Black Friday: Tradisi Belanja Besar ang Menggiurkan Banyak Orang
Bagi para pencinta diskon, Black Friday menjadi momen yang ditunggu-tunggu. Namun, apa sebenarnya Black Friday?
Black Friday adalah hari libur setelah Thanksgiving di Amerika, dirayakan pada Jumat keempat bulan November. Selama 20 tahun terakhir, ritus belanja pada hari ini telah menjadi fenomena, dengan banyak pengecer menawarkan diskon besar. Namun, pertanyaannya adalah, mengapa disebut Black Friday?
Menurut Barbara Kahn, ahli pemasaran di The Wharton School, istilah ‘Jumat Hitam’ telah berubah maknanya seiring waktu. Sejarahnya mencakup asosiasi dengan warna hitam pada hari-hari tekanan ekonomi, meskipun beberapa merujuk pada kejadian keuangan pada 24 September 1869, yang disebut sebagai Black Friday pertama. Pada tanggal tersebut, spekulan emas Jay Gould dan pengusaha kereta api James Fisk mencoba memanipulasi pasar emas, memicu kepanikan finansial.
Namun, istilah Black Friday juga digunakan untuk menggambarkan keadaan lalu lintas yang buruk di Amerika pada hari itu, terutama pada 29 Oktober 1929, yang disebut sebagai Black Tuesday, menandai dimulainya Depresi Hebat. Selain itu, pada hari itu, polisi menghadapi kondisi lalu lintas yang sulit dikendalikan karena kerumunan belanja dan pertandingan sepak bola tahunan.
Seiring waktu, Black Friday telah menjadi simbol konsumerisme, di mana pengecer menawarkan promosi besar-besaran. Meskipun beberapa mencoba mengganti namanya dengan Big Friday yang lebih positif, namun upaya tersebut tidak berhasil.
Meskipun memberikan kesenangan bagi pengecer, Black Friday juga mencerminkan sisi gelap konsumerisme Amerika. Bertahun-tahun, kerumunan yang bersaing untuk mendapatkan barang diskon telah menyebabkan kekerasan dan cedera.
Meskipun begitu, Black Friday tetap menjadi fenomena global dan hari yang dinantikan untuk berburu diskon.