Medan – Tindakan intoleransi dan radikalisme berawal dari pemahaman bahwa kayakinan tertentu adalah yang paling benar sendiri, sedangkan kelompok lain yang berbeda adalah salah.
Untuk mencegah atau meminimalisirnya harus membudayakan dialog dan sillahturahmi sesama komunitas lintas agama maupun suku anak bangsa. Dan itu merupakan upaya terbaik dalam mencegah berkembang nya sikap intoleran di masyarakat.
Demikian dikatakan Suhendra Hadikuntono saat menerima audensi pengurus Forum Masyarakat Peduli SUMUT( FORMAPSU) di kediamannya di Jakarta baru-baru ini. Turut hadir dalam audensi tersebut, Ketua Formapsu, Awaluddin Matondang. Sekjen, Hendra Nababan dan Wakil Ketua, Roni Guci.
Suhendra Hadikuntono yang sudah malang melintang dalam dunia intelejen menilai saat ini telah terjadi perubahan tata nilai dan prilaku di masyarakat dalam berinteraksi sosial. Sikap kebersamaan dan saling menghargai perlahan berkurang disebabkan menguatnya ego individu,identitas yang berlebihan.
Dia mencontohkan dirinya semasa kecil di tempat kelahirannya di Medan sangat baik komunikasi dengan tetangga. “Kami bertetangga dengan berbagai suku. Ada India Tamil, Batak dan Melayu dengan keberagaman agama dan keyakinan berbeda. Sementara saya sendiri suku Jawa. Kebiasaan yang berkembang diwaktu itu, bila ada salah satu keluarga yang bepergian, tetangga dengan sukarela untuk menjaga rumah yang ditinggalkan.
“Itu merupakan salah contoh bentuk kepedulian dan toleransi yang berlaku pada masa itu. Nilai nilai itu tidak hanya berkembang di masyarakat kota Medan tapi juga diseluruh Indonesia. Tapi saat ini, kebersamaan dengan semangat tolenransi seperti itu sepertinya hilang” “kata Suhendra yang terkenang dirinya masih kecil.
Untuk menumbuhkan kembali nilai kebersamaan dan kegotongroyongan di masyarakat,menurut Suhendra, dibutuhkan upaya komunikasi yang intens dilakukan oleh sesama anak bangsa.
“Membangun Budaya silahturahmi” untuk merekatkan kembali nilai kepedulian dan kebersamaan. Cara yang efektip adalah dengan membentuk Forum lintas Suku dan Agama di disetiap daerah”, kata pria yang memiliki sosok yang dikenal sebagai pengamat Intelijen dan pengamat sosial masyarakat ini.
Dalam audensi itu, tokoh pencetus KPSN (Komite Perubahan Sepakbola Nasional) ini menyarankan agar Formapsu mampu membangun komunikasi kepada semua kekuatan sosial masyarakat, khususnya simpul agama dan kesukuan.
“Membangun nilai kerukunan itu adalah berpangkal pada saling menghargai, menghormati tanpa merasa benar sendiri”,pintanya.
Pada kesempatan itu juga, Ketua Umum Pujakesuma ini juga menyinggung tentang kehadirannya di Naggroe Aceh Darussalam. Kehadiran Calon Kepala Badan Inteligen Negara itu untuk membahas situasi Aceh paska pemanggilan Muzakir Manaf oleh Komnas HAM beberapa waktu lalu.
“Saya merasa perlu menyampaikan bahwa ide pemanggilan mantan Panglima GAM tersebut bukan agenda pemerintah atau Bapak Presiden Jokowi,” sebut Suhendra. Presiden Jokowi menurut Suhendra sangat menjunjung tinggi kesepakatan MoU Helsinki, 15 Agustus 2005 antara pemerintah RI dan GAM. “Kita tak ingin Aceh kembali bergejolak,” tegasnya kepada media ini.
Sementara itu Wali Nanggroe Teungku Malik Mahmud menyebut Suhendra adalah sosok yang pertama kali memberikan respon atas situasi Aceh paska pemanggilan Muzakir Manaf.
Selain menghadiri undangan Wali Nanggroe, Suhendro Hadikuntono juga berkesempatan hadir pada acara Hari Santri Nasional.(malaon)