YOGYAKARTA – Sejumlah pecinta lingkungan hidup dan aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Center for Orangutan Protection (COP) menolak rencana pembangunan proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) di Batang Toru, Tapanuli Selatan (Tapsel).
Mereka mengelar aksi damai di bundaran UGM, Yogyakarta, Jumat (20/9/2019). Perwakilan COP, Indira Nurul Qomariyah mengatakan alasannya menolak pembangunan PLTA karena keberadaan PLTA di Batang Boru dikhawatirkan akan mengancam habitat dan populasi Orangutang Tapanuli (Pongo Tapannuliensis).
Sebab lokasi proyek merupakan habitat Orangutan Tapanuli. Sehingga jika ada PLTA, tentunya akan memisahkan Orangutan yang ada di blok barat dan timur serta cagar alam Sibual Buali
“Akibatnya orangutan tersebut tidak bisa berinteraksi dan terfragmentasi atau terisolir. Bila ini terjadi jelas maka populasi Orangutan Tapanuli terancam punah. Sebab tidak bisa berhubungan dan berkembang,” tandas Indira di sela-sela aksi.
Indira menjelaskan, populasi Orangutan Tapanuli sendiri termasuk kecil. Yaitu tidak sampai 800 ekor, diperkirakan antara 577-760 ekor. Sehingga masuk kategori critically endangered (terancam punah).
Di mana lembaga konservasi pelestarian alam dunia, International Union for Conservation of Nature (IUCN) telah telah mengeluarkan status critically endangered (terancam punah) terhadap populasi spesies hewan yang jumlahnya kurang dari 800 ekor.
“Karena itu jika pembangunan PLTA tetap dilaksanakan, jelas akan mengancam habitat Orangutan Tapanuli, yang baru ditetapkan menjadi spesies baru tahun 2017. Untuk itu kami berharap pembangunan PLTA tidak berada di habitan Orangutan Tapanuli, tetapi di tempat lain,” papar ahli biologi COP ini.