Medan – Anggota DPRD Sumut dari Fraksi PDI Perjuangan Brilian Muktar menilai bahwa anggaran yang digelontorkan Pemerintah Pusat lewat APBN setiap tahunnya sangatlah besar. Jumlah tersebut belum lagi bantuan keuangan yang dilakukan Pemerintah Daerah (Pemda) baik Provinsi mau Kabupaten Kota melalui APBD untuk kepersertaan BPJS Kesehatan masyarakat yang kurang mampu.
Artinya, anggota dewan yang pernah dua kali memimpin Komisi E ini mengaku kalau kerugian BPJS Kesehatan dinilai sebagai akibat buruknya sistem yang ada.
“Untuk 2018 saja Pemerintah melalui APBN menggelontorkan anggaran Rp15,5 triliun dan ditambahlah Rp4,9 triliun. Jumlah itu kan cukup besar. Kalau saja diestimasikan saja 150 juta penduduk Indonesia dengan standart biaya kesehatan seseorang berdasarkan WHO Rp5 dolar maka totalnya Rp18,75 triliun. Belum lagi anggaran dari 34 Provinsi dan 560 Kabupaten Kota yang mengalokasikan anggaran untuk BPJS. Pertanyaannya uang kemana kok bisa rugi,”ujar Brilian kepada wartawan kemarin.
Lebih lanjut dikatakan Brilian Muktar, Provinsi Sumut saja pada tahun 2018 menganggarkan sebesar Rp 89 miliar untuk bantuan kesehatan masyarakat kurang mampu. Bahkan untuk tahun 2019 jumlah meningkat menjadi Rp101 miliar.
“Itu untuk Provinsi Sumut saja. Ada 34 Provinsi seluruh Indonesia ini dan ada 560 Kabupaten Kota. Dan perlu diingat bahwa TNI/Polri, ASN, BUMN, BUMD juga peserta BPJS. Belum lagi perusahaan dan masyarakat yang membayar secara mandiri. Makanya kalau saya melihatnya, ini ada yang salah dengan sistem yang ada di BPJS dan harus direvisi. Jangan sampai kebijakan Presiden Jokowi yang baik ini dimanfaatkan oknum untuk memperkaya dirinya. Kalau UU atau peraturan perlu direvisi ya direvisi. Begitu juga kalau Dirutnya tak beres harus diganti,”tegas Brilian yang juga anggota Komisi A dan Badan Anggaran (Banggar).
Brilian pun menyesali akibat utang BPJS kesejumlah rumah sakit berujung pada terganggunya pelayanan kesehatan masyarakat. Untuk itu Brilian pun berharap pemerintah pusat harus segera turun tangan untuk melakukan pembenahan termasuk menelusuri manajemen BPJS dengan menggandeng aparat hukum agar diketahui penyebab kebocoran anggaran yang cukup besar.
Terpisah Komisi E DPRDSU mengusulkan agar tim Anti-Fraud (kecurangan) yang bertugas mencegah terjadinya kecurangan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di rumah sakit (RS) berasal dari kalangan indepen atau bukan bagian dari internal rumah sakit. Hal itu untuk menjaga agar tidak ada pelanggaran seperti klaim palsu dan pelanggaran lain yang berpotensi merugikan BPJS Kesehatan.
Hal itu diungkapkan dalam rapat dengar pendapat antara Komisi E DPRDSU dengan BPJS Kesehatan Sumut-Aceh dan RSUD Adam Malik dan Pirngadi Medan, kemarin. Rapat tersebut membahas klaim beberapa rumah sakit yang belum terbayarkan serta defisit yang dialami BPJS Kesehatan.
Anggota Komisi E, Safaruddin Siregar menyebutkan membengkaknya klaim dari RS yang memberatkan BPJS Kesehatan bisa saja terjadi akibat adanya kecurangan (fraud) yang dilakukan pemberi layanan kesehatan dengan menyerahkan klaim palsu yang di-mark up. Karenanya ia mempertanyakan proses pengawasan klaim JKN di RS.(Jun)