Ingin nyalakan kembang api skala besar di tahun baru? Jangan ya dek yaa! Cermati Aturannya
Pesta tahun baru yang dihadiri oleh khalayak ramai untuk dapat dikategorikan sebagai pesta umum/keramaian umum atau tidak, bergantung pada tempat penyelenggaraan dan siapa hadirin yang datang ke acara tersebut.
Ketentuan penyelenggaraan pesta atau keramaian untuk umum diatur dalam Pasal 510 KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan, dan Pasal 274 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, yaitu tahun 2026.[1]
Dalam KUHP lama, perbuatan Pasal 510 termasuk dalam pelanggaran ketertiban umum. Sedangkan dalam UU 1/2023, perbuatan Pasal 274 termasuk dalam tindak pidana perizinan. Berikut adalah bunyi pasal-pasalnya:
Pasal 510 KUHP | Pasal 274 UU 1/2023 |
(1) Diancam dengan pidana denda paling banyak Rp375 ribu,[2] barang siapa tanpa izin kepala polisi atau pejabat lain yang ditunjuk untuk itu:
(2) Jika arak-arakan diadakan untuk menyatakan keinginan secara menakjubkan, yang bersalah diancam dengan pidana kurungan paling lama 2 minggu atau pidana denda Rp2,250 juta.[3] |
|
Terkait Pasal 510 KUHP, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 330) menjelaskan bahwa pesta atau keramaian umum adalah pesta atau keramaian bagi khalayak ramai yang diadakan di tempat umum, seperti pasar malam dan lain sebagainya. Untuk pesta privat seperti sunatan, perkawinan dan lain sebagainya yang diadakan di rumah dalam karangan sendiri dan yang diundang saja, tidak termasuk pada pesta atau keramaian umum pada pasal ini.
Masih bersumber dari buku yang sama, yang dimaksud dengan arak-arakan atau pawai di jalan umum adalah seperti Cap Go Meh dan sebagainya. Ini semua harus ada izin dahulu dari Kepolisian setempat untuk dapat mengadakan penjagaan yang diperlukan, dan jika tidak maka dikenakan pasal ini. Adapun yang dimaksud pawai untuk menyatakan cita-cita yang hebat misalnya pawai untuk demonstrasi.
Kemudian, menjawab pertanyaan Anda tentang perbedaan KUHP lama dan baru yang mengatur pelanggaran ketertiban umum, pada dasarnya, Pasal 510 KUHP tidak mengatur secara spesifik mengenai pesta di jalan umum, melainkan lebih mengarah pada arak-arakan di jalan umum. Sedangkan Pasal 274 UU 1/2023 menjelaskan lebih spesifik tentang penggunaan jalan umum sebagai tempat pelaksanaan pesta atau keramaian.[6]
Jadi, mengacu pada penjelasan di atas, dengan asumsi pesta tahun baru itu diselenggarakan secara private di area hotel (bukan tempat umum), dan melihat dari tamu yang diundang itu terbatas, maka menurut hemat kami penyelenggaraan pesta yang disertai acara penyulutan kembang api itu tidak memerlukan izin keramaian dari Kepolisian setempat.
Izin Keramaian dengan Kembang Api
Berbeda jika penyulutan kembang api ini dilakukan di tempat-tempat umum, maka diperlukan adanya izin keramaian. Izin keramaian ini sebagaimana dijelaskan dalam laman Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Polri”), dimaksudkan untuk menjaga suasana yang kondusif bagi semua pihak. Kelancaran suatu acara keramaian pasti harus didukung dengan persiapan pengamanan yang pas. Pemberian izin dipertimbangkan dengan risiko-risiko yang mungkin timbul, kesiapan kuantitas personil, sarana dan prasarana Polri untuk antisipasinya.
Izin keramaian ini mengacu pada:
- Pasal 510 KUHP lama atau Pasal 274 UU 1/2023;
- Juklap Kapolri No. Pol/02/XII/1995 tentang perizinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat; dan
- Perkapolri 17/2017.
Secara umum soal izin keramaian, masih bersumber dari laman Polri tersebut, menurut Juklap Kapolri No. Pol/02/XII/1995, diatur persyaratan sebagai berikut:
- Izin keramaian yang mendatangkan massa 300 – 500 orang (kecil)
- Surat Keterangan dari kelurahan setempat;
- fotocopy Kartu Tanda Penduduk yang punya hajat sebanyak 1 lembar; dan
- fotocopy Kartu Keluarga yang punya hajat sebanyak 1 lembar.
- Izin keramaian yang mendatangkan massa lebih dari 1000 orang (besar)
- Surat Permohonan Izin Keramaian;
- proposal kegiatan;
- identitas penyelenggara/penanggung jawab; dan
- Izin Tempat berlangsungnya kegiatan.
Adapun contoh kegiatan yang dimaksud adalah pentas musik band/dangdut, wayang kulit, ketoprak, dan pertunjukan lain.
Sementara, secara khusus soal persyaratan izin keramaian dengan kembang api adalah sebagai berikut:
- Surat Permohonan dari Pemohon tentang pelaksanaan Pesta Kembang Api, yang mencakup:
- jenis/tujuan acara;
- jumlah dan jenis kembang api;
- waktu/durasi penyalaan kembang api;
- identitas penyala kembang api;
- identitas penanggung jawab kegiatan;
- izin tempat pelaksanaan pesta kembang api;
- rekomendasi dari polsek setempat;
- Surat izin impor (asal–usul kembang api) yang didatangkan untuk kegiatan tersebut.
Penggunaan Kembang Api yang Diatur dalam Perkapolri 17/2017
Selanjutnya, perlu diketahui bahwa mendapatkan izin dari Kepolisian untuk penggunaan kembang api merupakan syarat penggunaan kembang api oleh masyarakat yang diatur dalam Perkapolri 17/2017. Dalam ketentuan Perkapolri 17/2017, istilah yang digunakan bukan kembang api, melainkan bunga api, yaitu benda bunga api tunggal atau tersusun atau yang semacamnya yang dapat menyala berwarna warni dengan disertai letusan maupun tidak.[7]
Lebih lanjut diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Perkap 17/2017, bunga api meliputi:
- bunga api yang isian mesiunya lebih dari 20 gram dengan ukuran lebih dari 2 inchi; dan
- mesiu sebagaimana dalam huruf a merupakan bahan atau campuran yang dapat menyebabkan ledakan/letusan.
Izin penggunaan bunga api yang mempunyai efek ledakan yang berisi lebih dari 20 gram mesiu dan/atau berdiameter lebih dari 2 inchi oleh badan usaha yang profesional di bidang bunga api:[8]
- mengajukan permohonan rekomendasi kepada Kepala Kepolisian Daerah melalui Direktur Intelijen Keamanan Kepolisian Daerah; dan
- mengajukan permohonan izin kepada Kapolri u.p. Kepala Badan Intelijen dan Keamanan (“Kabaintelkam”) Polri, dengan melampirkan:
- rekomendasi Kepala Kepolisian Daerah;
- data perusahaan;
- data jenis dan jumlah bunga api yang akan digunakan;
- data persediaan bunga api yang dimiliki;
- asal usul pembelian bunga api;
- data tenaga ahli;
- surat izin keramaian dari Kepolisian Daerah setempat; dan
- laporan pelaksanaan kegiatan selama 6 bulan terakhir.
Contoh Kasus
Sebagai contoh kasus dapat kita lihat dalam Putusan PN Kebumen No. 16/Pid.C/2009/PN Kbm. Kasus ini diadili dengan acara pemeriksaan cepat, sayangnya putusan ini tidak menguraikan kronologi pelanggaran izin keramaian yang dilakukan oleh terdakwa. Namun, Hakim menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “mengadakan keramaian umum tanpa izin dari pihak yang berwenang” sebagaimana disebut dalam Pasal 510 KUHP.
Oleh sebab itu, terdakwa dijatuhi pidana denda sebesar Rp150 ribu, dengan ketentuan jika denda tersebut tidak dibayar diganti dengan kurungan selama 3 hari.