Kasus ITM Ditutup, Praktisi Hukum: Langkah Tidak Tepat
Kasus ditutupnya kampus ITM oleh Mendikbudristek dianggap sebagai langkah yang tidak cerdas dengan dalih menyelamatkan kampus tersebut. Penutupan ITM oleh Menteri Nadiem dianggap berlebihan.
Hal tersebut diucapkan oleh Praktisi Hukum, Julheri Sinaga dalam Diskusi Hukum Mahasiswa dan Alumni ITM Medan, di Hotel Grand Antares Medan, Senin (11/10/2021).
“Ini seperti keinginan membunuh tikus namun lumbungnya yang dibakar, maka bukan hanya tikus yang mati,” kata
Julheri yang pernah punya pengalaman ketika menangani proses hukum dalam konflik dualisme yayasan di Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) ini juga menjelaskan, Kemendikbudristek merupakan ‘orangtua’ bagi dunia pendidikan di Indonesia.
Kementerian ini memiliki peran yang sangat besar dalam melakukan pembinaan terhadap berbagai persoalan yang berkaitan dengan dunia pendidikan termasuk dualisme yayasan yang menaungi salah satu institusi pendidikan.
“Karena itu, dalam hal ini kita sangat berduka bahwa ITM dibunuh oleh orangtuanya sendiri. Apa ini yang dilakukan untuk mewujudkan cita-cita UU 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa?” ungkapnya.
Dalam paparannya dihadapan para mahasiswa dan alumni ITM, Julheri menjelaskan bahwa sesuai dengan Undang-Undang, maka yayasan merupakan milik publik dan bukan milik para pendiri yang dapat diwariskan kepada keturunannya.
Cara pandang inilah yang seharusnya dipahami oleh seluruh pihak agar dapat berpikir jernih dalam mengelola yayasan.
“Dan kondisi atas kondisi yang terjadi sekarang ini di ITM, ada langkah-langkah hukum yang dapat dilakukan oleh mahasiswa selaku pihak yang dirugikan. Salah satunya menggugat ke PTUN,” tandasnya.