JAKARTA – Peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, menyayangkan konflik yang menimpa pengurus internal Partai Golkar tak diatasi dengan halus. Ia menilai munculnya konflik terkait desakan penyelenggaraan rapat pleno untuk membahas evaluasi Pemilu 2019, Pilkada 2020, dan rencana pelaksanaan musyawarah nasional menunjukkan partai berlambang beringin itu tak memiliki arah politik yang jelas.
“Terjadi kontraksi yang tidak smooth. Di internal juga terjadi fragmented karena banyak fraksi-fraksi dibandingkan partai lainnya,” tutur Zuhro kepada Republika, Ahad (25/8).
Ia menyatakan tidak ingin terlalu mengomentari persoalan internal Partai Golkar. Namun, partai yang saat ini dipimpin Airlangga Hartarto tersebut dinilai memerlukan sosok yang dihormati kader-kadernya.
Menurut dia, sangat disayangkan partai yang pernah berjaya pada Orde Baru tersebut tidak memiliki kader yang bisa diajukan dalam kontestasi Pemilihan Presiden 2019 lalu. Padahal, menurut Zuhro, Golkar memiliki modal itu karena masih termasuk sebagai salah satu partai besar di Indonesia.
“Partai Golkar memiliki perangkat yang seharusnya bisa membuat partai ini jauh memiliki peran. Golkar perlu sosok yang menjanjikan serta dikenal luas masyarakat,” ujarnya.
Konflik internal Golkar muncul seiring desakan dari kader terhadap Dewan Pengurus Pusat (DPP) agar segera menggelar evaluasi terkait capaian Pemilu 2019 kemarin. Politikus Golkar Sirajuddin Abdul Wahab mengatakan, desakan untuk menggelar rapat pleno karena setelah Pemilu 2019 Golkar belum sekali pun membicarakan rencana rapat pleno.
Ia menduga pengunduran rapat pleno tersebut untuk meredam desakan pembahasan pelaksanaan munas yang dijadwalkan akan digelar akhir tahun ini. “Sampai saat ini rapat pleno tidak digelar dan terbaca dengan jelas diulur dengan berbagai alasan,” ujar Sirajuddin di Jakarta, Minggu (25/8).
Ia mempertanyakan sikap Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartanto yang tak kunjung menggelar rapat pleno. Menurut dia, dengan klaim dukungan lebih dari 92 persen, seharusnya rapat pleno segera dilaksanakan. “Jika Airlangga merasa percaya diri tinggi atas klaim dukungan itu, harusnya tidak ada kekhawatiran dong untuk segera mengadakan rapat pleno,” ujarnya.
Selain membahas munas, rapat pleno bertujuan untuk mengevaluasi perolehan suara Partai Golkar pada Pemilu 2019 yang disebut banyak pihak mengalami penurunan. Selain itu, rapat tersebut untuk membahas persiapan partai untuk Pilkada Serentak 2020. Sirajuddin lalu menjelaskan soal aturan rapat pleno Partai Golkar.
Berdasarkan AD/ART partainya, seharusnya rapat pleno digelar setidaknya satu kali dalam dua bulan. “Sudah lebih dari setengah tahun tidak ada rapat pleno yang dilakukan. Ini jelas melanggar AD/ART Partai Golkar,” kata Sirajuddin menegaskan.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Maman Abdurahman menyebut, pihaknya akan segera menggelar rapat pleno. Saat ini DPP Partai Golkar masih menunggu penetapan calon legislatif terpilih oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). “Tentunya DPP mengadakan rapat itu tentu agenda banyak yang harus dibahas. Jadi, saya pikir sambil menunggu keputusan KPU,” ujar Maman.
Ia menjelaskan, adanya sengketa Pileg 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi kendala pihaknya tak segera menggelar rapat pleno. DPP Partai Golkar akan segera menggelar rapat pleno jika semua proses pemilu dan sengketanya sudah selesai. “Rapat pleno pasti akan diadakan karena bagian dari perangkat aturan internal kita,” ujar Maman.
Terkait munas, Maman manjelaskan, mayoritas kader ingin munas digelar pada akhir tahun 2019. Hal itu sudah sesuai dengan aturan dan ketentuan partai yang ada. Jadi, tak ada alasan yang mendesak bahwa penyelenggaraan munas harus dipercepat seperti pernyataan yang dilontarkan oleh kubu Bambang Soesatyo (Bamsoet).
“Berdasarkan aturan dan organisasi, munas itu di Desember 2019. Munas itu Desember sesuai dengan aturan yang sudah ada karena Golkar tidak kenal munas dipercepat,” katanya menegaskan.