Konten Kreator Medan Mengklaim Telah Dianiaya di RSUD Pirngadi: Keributan yang Berawal dari Penolakan Kunjungan
Seorang konten kreator asal Kota Medan, Rahmat Hidayat, yang lebih dikenal dengan nama Aleh, mengungkapkan penganiayaan yang dialaminya saat berusaha menjenguk seorang pasien Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ) di RSUD Pirngadi Medan. Insiden ini terjadi pada malam hari, Jumat (4/4/2025), dan langsung menjadi viral setelah Aleh membagikan pengalaman tersebut melalui unggahan di Instagram.
Awal Mula Keributan
Kejadian bermula ketika Aleh bersama keluarganya datang ke RSUD Pirngadi untuk menjenguk pasien yang sebelumnya pernah ia tolong pasca-tabrak lari pada 1 April 2025. Saat tiba di rumah sakit, Aleh dan keluarganya langsung menuju bagian informasi untuk menanyakan lokasi pasien yang sedang dirawat di ruang ICU. Namun, pihak rumah sakit mengarahkan mereka kembali besok ke ruang ICU, karena sudah melewati jam kunjungan.
Menurut Aleh, pihak rumah sakit tidak memberikan pelayanan yang baik. Ketika mereka kembali ke bagian informasi untuk meminta penjelasan lebih lanjut, jawaban yang diberikan masih sama. Hal ini memicu ketegangan antara Aleh dan petugas rumah sakit, yang kemudian berujung pada cekcok dan “penganiayaan” fisik.
Aleh juga menyebutkan dalam postingannya bahwa seorang pria tak dikenal tiba-tiba merampas handphone istrinya dan kemudian mencekik lehernya. Kejadian ini membuatnya merasa terancam dan berusaha mencari dukungan dari pengikutnya di media sosial.
Klarifikasi dari RSUD Pirngadi
Pihak RSUD Pirngadi Medan memberikan klarifikasi mengenai kejadian tersebut. Direktur Utama RSUD, dr. Suhartono, menjelaskan bahwa sebuah tim konten kreator datang ke rumah sakit dengan niat untuk menemui pasien tanpa identitas yang terlibat dalam kecelakaan. Namun, kunjungan dilakukan di luar jam yang ditentukan dan pada waktu yang dapat mengganggu ketenangan pasien yang sedang dirawat di ICU.
Menurut Suhartono, staf rumah sakit telah mengingatkan Aleh dan rombongannya untuk datang di waktu yang sesuai. Namun, tim kreator tersebut tetap memaksa untuk melakukan perekaman di area rumah sakit, yang kemudian menambah ketegangan. Pihak rumah sakit bahkan mengancam untuk memanggil polisi jika mereka tidak menghentikan tindakan tersebut.
Setelah gagal masuk ke ruang ICU, Aleh dan rombongannya pindah ke area Instalasi Gawat Darurat (IGD), di mana keributan kembali terjadi. Pihak rumah sakit menegaskan bahwa keluarga pasien lain yang merasa terganggu dengan kebisingan tersebut-lah yang terlibat dalam kontak fisik, bukan petugas satpam.
Versi Berbeda dari Kedua Pihak
Pernyataan dari RSUD Pirngadi ini sedikit berbeda dengan narasi yang disampaikan oleh Aleh. Dalam unggahannya, Aleh menuduh pihak rumah sakit, khususnya petugas keamanan, melakukan kekerasan fisik terhadapnya, termasuk merampas handphone istrinya dan mencekik lehernya. Ia berjanji untuk melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwajib dan meminta dukungan dari pengikutnya untuk mengawal kasus ini.
Sementara itu, pihak RSUD Pirngadi menegaskan bahwa rumah sakit memiliki aturan yang ketat terkait jam kunjungan dan larangan perekaman tanpa izin. Mereka juga menekankan bahwa kejadian tersebut bukanlah tindakan kekerasan yang dilakukan oleh petugas rumah sakit, melainkan reaksi dari keluarga pasien lain yang merasa terganggu.
Pesan dari Rumah Sakit
RSUD Pirngadi Medan menyampaikan bahwa penting untuk menjaga ketertiban dan kenyamanan di rumah sakit, serta menghormati aturan yang ada. Mereka juga mengingatkan agar konten kreator memahami bahwa ada batasan-batasan dalam pembuatan konten di fasilitas kesehatan, termasuk menjaga privasi pasien dan mematuhi waktu kunjungan yang telah ditetapkan.
Pasien yang menjadi sorotan dalam insiden ini dilaporkan masih dirawat di ruang ICU dan dalam kondisi stabil, saat ini pihak rumah sakit sedang berusaha untuk mengidentifikasi keluarganya melalui Dinas Dukcapil.
Kasus ini mengingatkan kita akan pentingnya saling menghormati dalam interaksi di ruang publik, termasuk rumah sakit. Meskipun ada perbedaan versi terkait insiden ini, yang jelas bahwa ketegangan antara tim konten kreator dan pihak rumah sakit disebabkan oleh pelanggaran terhadap aturan yang ada. Semoga kejadian ini dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk lebih memahami batasan-batasan yang ada demi menciptakan lingkungan yang kondusif dan lebih menghargai privasi orang lain.