JAKARTA – Menteri hukum dan HAM,Yasonna H Laoly, mengatakan, penjelasan tim IT dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) menilai bahwa UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tidak layak dikenakan kepada terpidana Baiq Nuril. Hari ini, Yasonna melakukan pertemuan dengan Baiq Nuril.
“Kami akan adakan diskusi dengan pakar hukum juga tim TI dari Menkominfo yang menjelaskan bahwa memang kasus ini dari segi analisis UU ITE tidak layak untuk dia (Baiq Nuril),” ucap Laoly, di Kantor Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Senin (8/7).
Meski begitu, dia tetap menghormati keputusan Mahkamah Agung (MA). Bertempat di Kantor Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta Selatan, sore ini, dia bertemu dengan Baiq Nuril yang ditemani oleh kuasa hukumnya Joko Jumadi, dan politikus PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka.
Dalam pertemuan itu mereka membahas mengenai langkah hukum selanjutnya, yaitu pengajuan permohonan amnesti kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), setelah upaya hukum berupa peninjauan kembali yang diajukan Nuril pada (3/1) ditolak MA. Atas putusan itu, Baiq Nuril harus menjalani hukuman pidana 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta.
Dalam kasus ini, Baiq Nuril mengaku mendapat pelecehan pada pertengahan 2012. Saat itu, Nuril masih berstatus sebagai pegawai honorer di SMAN 7 Mataram.
Satu ketika dia ditelepon oleh atasannya berinisial M. Perbincangan antara M dan Nuril berlangsung selama kurang lebih 20 menit. Dari 20 menit perbincangan itu, hanya sekitar lima menit yang membicarakan soal pekerjaan. Sisanya, M malah bercerita soal pengalaman seksualnya bersama dengan wanita yang bukan istrinya.
Perbincangan itu pun terus berlanjut dengan nada-nada pelecehan terhadap Nuril. Terlebih, M menelepon Nuril lebih dari sekali. Nuril pun merasa terganggu dan merasa dilecehkan oleh M melalui verbal. Tak hanya itu, orang-orang di sekitarnya menuduhnya memiliki hubungan gelap dengan M.
Merasa jengah dengan semua itu, Nuril berinisiatif merekam perbincangannya dengan M. Hal itu dilakukannya guna membuktikan dirinya tak memiliki hubungan dengan atasannya itu. Kendati begitu, Nuril tidak pernah melaporkan rekaman itu karena takut pekerjaannya terancam.
Hanya saja, ia bicara kepada Imam Mudawin, rekan kerja Baiq, soal rekaman itu. Namun, rekaman itu malah disebarkan oleh Imam ke Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Mataram.
Diketahui, penyerahan rekaman percakapannya dengan M, hanya dilakukan Nuril dengan memberikan ponsel. Proses pemindahan rekaman dari ponsel ke laptop dan ke tangan-tangan lain sepenuhnya dilakukan oleh Imam.
Merasa tidak terima aibnya didengar oleh banyak orang, M pun melaporkan Nuril ke polisi atas dasar Pasal 27 Ayat (1) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Padahal rekaman tersebut disebarkan oleh Imam, namun malah Nuril yang dilaporkan oleh M.
Kasus ini pun berlanjut hingga ke persidangan. Setelah laporan diproses, Pengadilan Negeri Mataram memutuskan Nuril tidak bersalah dan membebaskannya dari status tahanan kota.
Kalah dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding hingga kasasi ke Mahkamah Agung. Singkat cerita pada 26 September 2018 lalu, MA memutus Nuril bersalah dan menghukumnya dengan pidana enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta.