SIMALUNGUN – Pengurangan Keramba Jaring Apung (KJA) akan mengurangi pemenuhan kebutuhan ikan di Indonesia. Sebab KJA selama ini merupakan salah satu kontributor terbesar produksi ikan.
Menurut Sekretaris Jendral Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI), Agung Sudaryono, dalam diskusi KJA yang diselenggarakan di Yogyakarta, 26 Oktober 2018 lalu terungkap, pengurangan KJA akan mengganggu pemenuhan kebutuhan konsumsi ikan Indonesia yang mencapai40 kg per kapita per tahun di tahun 2019.
Dampak lainnya menurut Agung, hilangnya mata pencaharian masyarakat umum, pembudidayaikan, dan karyawan perusahaan budidaya ikan, sehingga berimbas pada melemahnya perekonomian masyarakat.
“Besarnya produksi ikan air tawar yang dihasilkan dari metode KJA membuktikan bahwa KJA merupakan ujung tombak bagi pemenuhan kebutuhan protein hewani yang terjangkau bagi masyarakat, yakni ikan,” sebut Agung dalam siaran persnya.
Agung mencontohkan di Danau Toba, Sumatera Utara, jumlah KJA dibatasi setara produksi 10.000 ton mulai tahun2017 dari semula 62.000 ton per tahun di tahun 2016. Pada tahun 2016, terdapat 11.287 unit KJA di Danau Toba, yang 95 persen dimiliki oleh penduduk sekitar dan sisanya dimiliki oleh dua perusahaan.
Pengurangan KJA di Danau Toba menurutnya berpotensi menyebabkan kerugian ekonomi senilai Rp1,7 triliun per tahun. Angka itu berasal dari nilai ikan yang dilarang diproduksi di danau.
Selain itu, nilai pakan ikan yang tidak digunakan lagi, KJA dan pengapungnya yang dilarang digunakan, benih ikan yang tidak lagi digunakan, tenagakerja yang menganggur. Hingga hilangnya kesempatan ekonomi turunan bagi warga sekitar keramba seperti warung makan.
“Karena dampak ekonominya besar, pengurangan jumlah KJA akan menimbulkan goncangan sosial ekonomi berupa pengangguran massal di wilayah KJA,” ujar Agung.