Dalam hidup ini kita sering terpancing untuk emosi. Ada orang yang secara sengaja memancing emosi kita supaya keluar kata-kata yang tidak baik, konsentrasi menjadi kacau lalu melakukan tindakan yang tidak terpuji. Tapi masih banyak orang yang tanpa sengaja memancing emosi kita.
Seorang yang memancing emosi disebut orang yang jahil (bodoh) meskipun ia seorang profesor atau jenderal. Allah berfirman yang artinya, “Dan hamba-hamba Allah Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka, mereka mengucapkan salam (kata-kata yang mengandung keselamatan).” (QS Al Furqaan: 63)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam tafsirnya, “Apabila orang-orang jahil menilai mereka sebagai orang-orang yang kurang akal yang diungkapkan kepada mereka dengan kata-kata yang buruk, maka mereka tidak membalasnya dengan hal yang semisal, melainkan memaafkan, dan tidaklah mereka mengatakan perkataan kecuali yang baik-baik.”
Seorang Muslim, terlebih lagi seorang pemimpin seharusnya memiliki sifat hilm (santun dan tahan emosi). Seorang muslim harus mencontoh kesantunan para Nabi, khususnya Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam (SAW).
Nabi Yusuf Alaihis Salam (AS) pernah dituduh oleh kakak-kakaknya bahwa dahulu pernah mencuri. Mereka mengucapkan fitnahan ini kepada penguasa Mesir tanpa mereka tahu bahwa ia adalah Nabi Yusuf sendiri. Allah menceritakan tentang kesantunan Nabi Yusuf, “… maka Yusuf menyembunyikan kejengkelan dalam hatinya dan tidak menampakkan (kejengkelannya) kepada mereka…” (QS Yusuf: 77)
Allahu Akbar! Nabi Yusuf meskipun mampu membalas kezaliman kakak-kakaknya karena posisinya sebagai penguasa, tapi beliau memilih sabar dan memaafkan mereka.
Raut wajahnya tidak berubah sedikit pun sehingga orang-orang di sekitarnya tidak tahu bahwa beliau sebenarnya sedang marah. Untuk mencapai derajat ini perlu latihan demi latihan tanpa putus asa.
Rasulullah SAW bersabda, “Bahwasanya ilmu itu didapat dengan belajar dan al hilmu (santun dan tahan emosi) diperoleh dengan latihan penuh kesungguhan. Barangsiapa berupaya berbuat baik maka ia akan diberi kebaikan dan barangsiapa hati-hati agar terhindar dari keburukan maka ia akan dihindarkan dari keburukan.” (HR Khatib Baghdadi dalam Tarikh Baghdad dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Silsilah Ash Shahihah)
Kalau kita pelajari perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW, kita akan kagum dan semakin cinta kepada beliau. Beliau seorang yang sangat santun dan sabar. Ketika malaikat penjaga gunung hendak menimpakan gunung kepada penduduk Thaif yang telah menyakiti Nabi SAW, beliau melarangnya.
Ada lagi seorang Arab badui yang bersikap kurang ajar kepada Nabi SAW dengan menarik keras pakaian beliau sampai leher beliau memerah. Orang tersebut meminta uang dengan tidak sopan. Beliau hanya tersenyum dan memberinya uang. Orang Arab tadi telah menghina Nabi SAW dan menjatuhkan harga dirinya, tapi beliau orang yang bijak. Tidak pantas orang yang berakal meladeni orang yang bersikap bodoh. Justru kesabaran beliau menumbuhkan kecintaan orang Arab Badui tadi dan menambah kecintaan para sahabat kepada beliau. Bahkan di kemudian hari berjuta-juta manusia yang membaca atau mendengar kisah tersebut, mereka berdecak kagum, bersimpati, mencintai dan membela serta mendoakan (bershalawat kepada) beliau. Masih banyak lagi kisah kesantunan dan kesabaran Nabi Muhammad SAW yang patut direnungi dan kita teladani.
Nabi Muhammad SAW juga berhasil mendidik para sahabatnya menjadi orang-orang yang santun dan sabar. Umar bin Khathab radhiallahu ‘anhu (RA) yang di masa jahiliyahnya sangat emosional, tapi setelah masuk Islam, ia berhijrah menjadi orang yang mampu meredam emosi. Sifat tegasnya tidak berubah, tegas dalam kebenaran, tapi tetap santun dalam kata dan perbuatan, tidak kasar dan tidak arogan.
Dalam Shahih Bukhari, seseorang masuk menemui Khalifah Umar bin Khathab RA lalu berkata, “Wahai bin Khathab, demi Allah engkau tidak memberikan kami yang banyak dan tidak adil dalam menetapkan hukum di antara kami.”
Umar marah sampai hampir memukulnya. Staf Umar yang bernama Al Hurru bin Qais berkata, “Wahai Amirul Mukiminin, sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya SAW, “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (QS Al A’raf: 199) Dan orang ini (Uyainah bin Hushn) termasuk orang-orang yang bodoh.”
Demi Allah, Umar tidak jadi memukul Uyainah setelah dibacakan ayat tersebut, dan beliau adalah orang yang sangat patuh terhadap kitab Allah.”
Marilah kita memperdalam kitab Allah dan mempelajari perjalanan hidup pemimpin kita Nabi Muhammad SAW. Hanya dengan Islam, manusia akan mencapai kebersihan hati dan kemuliaan akhlak.
Jika kita melihat kekurangan dari pemimpin atau calon pemimpin kita, nasihatilah dia. Jangan lupa doakan untuknya, dengan hati yang ikhlas di waktu-waktu yang mustajab agar Allah mengaruniakan ketakwaan kepadanya, membersihkan hatinya, meluruskan lisannya, menghiasinya dengan akhlak yang mulia, dan menjadikannya sebagai orang yang santun dan mudah menahan emosi, aamiin.