Jakarta – Tim Kampanye Nasional Jokowi – Ma’ruf menilai para saksi yang dihadirkan tim hukum Prabowo – Sandi dalam sidang sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) tidak bisa meyakinkan hakim untuk membuktikan tuduhan kecurangan pemilu secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
“Alih-alih meyakinkan Majelis Hakim MK, yang ada justru membukakan mata seluruh rakyat Indonesia bahwa tuduhan kecurangan itu hanyalah bersifat asumsi dan persepsi sebagaimana pernyataan-pernyataan para saksi itu,” ujar juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf, Ace Hasan Syadzily lewat keterangan tertulis pada Kamis, 20 Juni 2019.
Ace mencontohkan, kesaksian Agus Maksum yang menyatakan ada DPT invalid sebanyak 17,5 juta. Namun, ternyata data-datanya tidak bisa dibuktikan. “Padahal tentang persoalan DPT itu sebetulnya selalu mengulang-ulang dari proses pemutakhiran data yang telah dilakukan secara bersama-sama antara KPU, Tim pasangan 01 dan pasangan 02,” ujar politikus Golkar itu.
Contoh lain, menurut Ace, kesaksian tentang adanya pencoblosan oleh petugas KPPS di Jawa Tengah, ternyata faktanya telah dilakukan pencoblosan ulang di TPS tersebut. “Pada beberapa kasus yang mereka sampaikan ironisnya justru peristiwa kecurangan yang mereka tuduhkan itu, justru pasangan 02 yang menang. Misalnya, kasus di Kab Kubu Raya Kalbar dan Kab. Barito Kuala Kalsel. Juga soal DPT ganda yang menurut pengakuan saksi ditemukan di Bogor, Makasar dan daerah lainnya justru di daerah-daerah tersebut pasangan 02 yang menang. Sungguh sangat ironis,” ujar Ace.
Menurut Ace, tim hukum 02 tidak siap menghadirkan saksi-saksi yang meyakinkan di sidang MK. Saksi-saksi yang dihadirkan tidak disertai dengan keyakinan terkait apa yang mereka alami, lihat, dan ketahui langsung, sehingga gagap ketika ditanyai oleh hakim. “Kami meyakini bahwa untuk membuktikan selisih suara kemenangan kami sebesar 16,9 juta suara, sangat jauh sekali untuk dibuktikan. Para saksi tidak cukup meyakinkan untuk menunjukkan adanya perbedaan selisih hasil suara Pilpres 2019,” ujar dia.
Sidang sengketa perselisihan hasil pilpres yang digelar di MK memang diwarnai dengan sejumlah cecaran pertanyaan dari hakim untuk saksi Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Tidak semua pertanyaan bisa dijawab oleh saksi yang dihadirkan tim hukum Prabowo-Sandi, saksi bahkan tampak keteteran dan sempat beberapa kali mengubah keterangan.
Salah satu contoh, ketika saksi fakta yang dihadirkan Tim Kuasa Hukum Prabowo -Sandi, Agus Maksum membeberkan dugaan Daftar Pemilih Tetap (DPT) siluman, karena ada data pemilih dengan tanggal lahir yang sama mencapai 17,5 juta.
Agus yang merupakan ketua tim ahli bidang teknologi informasi (TI) BPN ini mengatakan, ada pemilih yang memiliki tanggal lahir sama pada 1 Juni sebanyak 9,8 juta, pada 31 Desember sebanyak 9,8 juta, dan pada 1 Januari sebanyak 2,3 juta. Dengan demikian, Agus menilai data pemilih di tanggal-tanggal lahir tersebut jumlahnya tidak wajar.
Namun, ketika Hakim MK Saldi Isra menanyakan apakah masalah DPT yang dipaparkan Maksum berkorelasi langsung dengan penggunaan hak pilih. Maksum mengatakan bahwa dia tak bisa menjawabnya. Sebab, Maksum mengaku tak melakukan rekapitulasi terkait hal tersebut. “Saya tidak bisa jawab,” kata Maksum.