BALAS “pantun politik” terkait pengelolahan lahan tampaknya masih terus berlangsung. Pada saat Pidato Kebangsaan di Sentul Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (24/2/2019) malam, Joko Widodo (Jokowi) pun sempat kembali menyinggungnya.
“Jika ada penerima konsesi besar (lahan) yang mau mengembalikan ke negara, saya tunggu sekarang,” kata Jokowi pada pidatonya.
Pengamat politik, Emrus Sihombing menilai, dari aspek komunikasi politik, pernyataan Jokowi mengenai konsesi lahan memang tidak lepas dari debat kedua Pilpres, 17 Februari lalu, dan jelas ditujukan kepada Prabowo. Hasilnya, perdebatan masalah lahan ini bisa berpengaruh kepada elektoral masing-masing capres.
Ia menilai, hal itu menurunkan elektabilitas Prabowo dan konsekuesinya meningkatkan elektabilitas Jokowi. “Turun-naiknya elektoral tersebut bersumber dari dua kelompok masyarakat, yaitu kelompok swing voters dan undecided voters,” kata Emrus dalam keterangan tertulisnya, Senin (25/2/2019).
Kelompok swing voters, katanya, adalah mereka yang sudah mendekati menentukan pilihan terhadap salah satu kandidasi, namun masih berpeluang “berpindah hati” ke kandidat lain. Perpindahan itu sangat dipengaruhi dinamika komunikasi politik yang terus terjadi, baik dalam bentuk debat maupun wacana yang muncul di ruang publik.
Emrus kembali menyinggung soal Pidato Kebangsaan Jokowi, terutama yang berkaitan dengan lahan. Setelah pernyataan “jika ada penerima konsesi besar (lahan) yang mau mengembalikan ke negara, saya tunggu sekarang,” kemudian dilanjutkan kalimat “akan dibagikan kepada masyarakat kelas sosial yang belum beruntung”, menurutnya ungkapan itu sarat makna mendalam.
“Pernyataan ini sekaligus menunjukkan bahwa Jokowi ingin meyakinkan kelompok masyarakat swing voters agar menjatuhkan pilihan kepadanya pada pemungutan suara April 2019 mendatang. Menurut hemat saya, Pidato Kebangsaan Jokowi mampu menarik simpati dan minat swing voters memberikan dukungan kepada dirinya,” papar Emrus.
Sementara kelompok undecided voters, lanjut Emrus, sedang menunggu gagasan, program rasional, program yang berpihak kepada masyarakat terpinggirkan dan gaya yang menyenangkan dari para kandidat. Para kandidat yang mampu menyakinkan kelompok undecided voters dari segi tawaran, akan cenderung dipilih.
Jokowi, kata Emrus, cukup pintar menilai situasi. Pernyataannya soal sikap menunggu pengelola lahan agar segera mengembalikan ke negara, kemudian membagikannya kepada rakyat yang membutuhkan, termasuk pesan komunikasi politik yang tepat. Setidaknya, ujar Emrus, hal itu mampu mencairkan kekukuhan pemilih yang belum menentukan pilihan.
“Narasi ini sangat jelas, terukur dan berpihak kepada kelompok masyarakat yang masih terpinggirkan dari sudut kepemilikan dan atau pengelolaan lahan di Indonesia. Karena itu, saya berhipotesa, lontaran pesan komunikasi tersebut memiliki